twitter rss

Allah hanya memanggil kita 3x seumur hidup

Saat itu, Dhuha, hari terakhir aku di Masjid Nabawi untuk menuju Makah.......aku bertanya pada Ibu, Ibu adalah pemilik M****h Tour Travel dimana saya bergabung untuk Umrah di bulan July 2007 yang lalu.

"Ibu ada cerita apa yang menarik dari Umrah....?" (Maklum, ini pertama kali aku ber Umrah). Dan Ibu, memberikan Tausyiahnya. Kebetulan umrahku dimulai di Madinah selama 4 hari, baru ke Makkah. Tujuannya adalah mendapatkan saat Malam Jumat di depan Ka'bah.

Ibu berkata...
"Allah hanya memanggil kita 3 kali saja seumur hidup.."

Keningku berkerut....
"Sedikit sekali Allah memanggil kita..?"

Ibu tersenyum.
"Iya, tahu tidak apa saja 3 panggilan itu..?"
Saya menggelengkan kepala

"Panggilan pertama adalah Azan", ujar Ibu



"'Itu adalah panggilan Allah yang pertama. Panggilan ini sangat jelas terdengar di telinga kita, sangat kuat terdengar. Ketika kita sholat, sesungguhnya kita menjawab panggilan Allah. Tetapi Allah masih fleksibel, Dia tidak 'cepat marah' akan sikap kita. Kadang kita terlambat, bahkan tidak sholat sama sekali karena malas. Allah tidak marah seketika. Dia masih memberikan rahmatNya, masih memberikan kebahagiaan bagi umatNya, baik umatNya itu menjawab panggilan Azan-Nya atau tidak. Allah hanya akan membalas umatNya ketika hari Kiamat nanti."

Saya terpekur.... .mata saya berkaca-kaca. Terbayang saya masih melambatkan sholat karena meeting lah, mengajar lah, dan lain lain. Masya Allah.......

Ibu melanjutkan, "Panggilan yang kedua adalah Umrah/Haji."


"Panggilan ini bersifat halus. Allah memanggil hamba-hambaNya dengan panggilan yang halus dan sifatnya 'bergiliran' . Hamba yang satu mendapatkan kesempatan yang berbeda dengan hamba yang lain. Jalan-Nya bermacam-macam. Yang tidak punya uang menjadi punya uang, yang tidak merencanakan, ternyata akan pergi, ada yang memang merencanakan dan terkabul.Ketika kita mengambil niat Haji / Umrah, berpakaian Ihram dan melafazkan 'Labaik Allahuma Labaik/Umrotan', sesungguhnya kita saat itu menjawab panggilan Allah yang ke dua.

Saat itu kita merasa bahagia, karena panggilan Allah sudah kita jawab, meskipun panggilan itu halus sekali. Allah berkata, 'Laksanakan Haji/Umrah bagi yang mampu'. Mata saya semakin berkaca-kaca. Subhanallah...... saya datang menjawab panggilan Allah lebih cepat dari yang saya rancangkan. Alhamdulillah...

"Dan panggilan ketiga adalah kematian"
 

"Panggilan yang kita jawab dengan amal kita. Pada kebanyakan kasus, Allah tidak memberikan tanda tanda secara langsung, dan kita tidak mampu menjawab dengan lisan dan gerakan. Kita hanya menjawabnya dengan amal sholeh. Karena itu , manfaatkan waktumu sebaik-baiknya. ..Jawablah 3 panggilan Allah dengan hatimu dan sikap yang Husnul Khotimah.... Insya Allah syurga adalah balasannya..."

Mata saya basah di dalam Masjid Nabawi , saya sujud bertaubat pada Allah karena kelalaian saya dalam menjawab panggilanNya. Kala itu hati saya makin yakin akan kebesaranNya, kasih sayangNya dan dengan semangat menyala-nyala, saya mengenakan baju Ihram dan berniat, "Aku menjawab panggilan UmrahMu, Ya Allah, Tuhan Semesta Alam......."

Source : kaskus

Sepucuk Surat dari Ibu


Anakku yang kusayangi di bumi Allah ta’ala,
Segala puji Ibu panjatkan ke hadirat Allah yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya. Amin…

Wahai anakku…
Surat ini datang dari ibumu yang selalu dirundung sengsara... Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan terhalangi oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…

Wahai anakku…
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak. Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas dan telah engkau robek pula perasaanku.
Wahai anakku…
Dua puluh lima tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku dan semua Ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi. Semenjak kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan; tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu. Bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu…

Aku mengandungmu, wahai anakku… Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku gembira tatkala merasakan dan melihat terjangan kakimu atau balikkan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap kali aku menimbang diriku, karena semakin hari aku semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.

Derita berkepanjangan menderaku hingga sampailah saat itu. Ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak dapat dilukiskan…
Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak lagi dapat menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia…


Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah dengan kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air untuk kerongkonganku…

Wahai anakku…
Telah berlalu tahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu…

Harapanku pada setiap harinya, agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu. Itulah kebahagiaanku…!!!


Kemudian berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah, serta mendoƔkanmu dalam kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu… Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.


Semakin dekat hari pernikahannmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. Saat itu pula hatiku mulai merasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan, dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku…

Waktu pun berlalu, seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah pernikahan itu aku tidak lagi mengenal dirimu. Senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi, karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk melihat rupamu. Detik demi detik ku hitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat penjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku menyangka bahwa engkaulah yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelpon. Setiap suara kendaraan lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.

Akan tetapi semua itu tidak ada. Penantianku telah sia-sia, dan harapanku hancur berkeping. Yang ada hanya keputusasaan, yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya…

Anakku…
Ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan Ibu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah Ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agarbisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari behagia masa kecilmu…
Dan Ibu memohon kepadamu Nak... Janganlah engkau pasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu…

Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah Ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapt pula sekali-kali singgah ke sana, sekali pun hanya satu detik. Jangan jadikan ia tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkau pun berlalu pergi…

Anakku…
Telah bungkuk pula punggungku. Bergemetarlah tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti penyakit. Berdiri seharusnya dipapah, duduk pun seharusnya dibopong, sekali pun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu. Masih seperi lautan yang tidak pernah kering, masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.


Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada Ibumu… Mana balas budimu Nak?! Mana balasan baikmu! Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa Nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan air tuba. Bukankah Allah ta’ala berfirman, "Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!" (QS. ar-Rahman : 60)

Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!
Wahai anakku…
Setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah hasil dari kedua tanganku, engkau adalah hasil dari keletihanku. Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu? Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?


Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak budak dan pembantumu? Semua mereka telah mendapatkan upahnya… Mana upah yang layak untukku wahai anakku?!

Dapatkah engkau berikan sedikit kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini…? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik.

Wahai anakku…
Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.

Wahai anakku…
Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki yang supel, dermawan, dan berbudi.

Anakku…
Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan?! Bukan karena apa-apa. Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya, hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya, hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya, hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!

Wahai anakku…
Ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits,
"Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Sekiranya engkau mau sia-siakanlah pintu itu atau jagalah." (HR. Ahmad)

Anakku…
Aku sangat mengenalmu, tahu sifatmu dan akhlakmu. Semenjak engkau beranjak dewasa, saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan berjama’ah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah…

Akan tetapi anakku, mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling mulia?" Beliau berkata, "Shalat pada waktunya." Aku berkata: "Kemudian apa?" Beliau berkata, "Berbakti kepada orang tua." Aku berkata: "Kemudian wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah.", lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya."

Wahai anakku…
Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya, dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas. Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas…
Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang begitu besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhaku adalah keridhaan Allah, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?

Anakku…
Yang aku camaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, "Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang." Ada yang berkata: "Siapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga."

Anakku…
Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit, dan aku tidak akan adukan duka ini kepada Allah. Karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku. Bagaimana Ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.

Bangunlah Nak!
Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa sehingga engkau akan menjadi tua pula, dan al-jaza’ min jinsil amal… Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam. Aku tidak ingin engkau menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.

Wahai anakku…
Bertaqwalah kepada Allah pada Ibumu. Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.

Anakku…
Setelah engkau membaca surat ini, terserah padamu. Apakah engkau sadar diri dan akan kembali, atau engkau ingin merobeknya.

Wassalam,

Ibumu

Source : kaskus

Cinta

Label: , , , , ,
Cinta itu sangat indah, suci tanpa dosa.

Perasaan manusia penuh dengan cinta, hingga aku takut untuk mengusiknya.
Bukannya aku takut dan gak punya nyali untuk mencintai,
tapi aku gak mau cinta akan membuat luka dan air mata.
Aku takut salah menempatkan cinta yang gak berhak aku cintai.
Cinta karena nafsu dan kesengan belaka, bukan cinta yang murni tulus dari hati.

Aku cinta kamu, cinta yang sangat dalam dari hati.
Cinta kepada saudaram kepada sesama manusia.

Tapi cinta sejati itu hanya satu,
cinta kepada Sang Pencipta,
yang telah memberikan segalanya kepada hamba.
Cinta yang murni tanpa nafsu dan embel-embel berbagai rupa.

I love You...
Semoga ini bukan cinta yang terlarang...

Abraham 2010

Hebatnya Huruf T

Label: , , , , ,



Tatkala Temperatur Terik Terbakar Terus,

Tukang Tempe Tetap Tabah, "Tempe-tempe" , Teriaknya.

Ternyata Teriakan Tukang Tempe Tadi Terdengar Tukang Tahu, Terpaksa Teriakannya Tambah Tinggi, "Tahu...Tahu. ..Tahu... !" "Tempenya Terbaik, Tempenya Terenak, Tempenya Terkenal!!", Timpal Tukang Tempe .

Tukang Tahu Tidak Terima,"Tempenya Tengik, Tempenya Tawar, Tempenya Terjelek.... !" Tukang Tempe Tertegun, Terhenyak, "Teplakkk... !" Tamparannya Tepat Terkena Tukang Tahu.

Tapi Tukang Tahu Tidak Terkalahkan, Tendangannya Tepat Terkena Tulang Tungkai Tukang Tempe. Tukang Tempe Terjengkang Tumbang! Tapi Terus Tegak, Tatapannya Terhunus Tajam Terhadap Tukang Tahu.

Tetapi, Tukang Tahu Tidak Terpengaruh Tatapan Tajam Tukang Tempe Tersebut, "Tidak Takut!!" Tantang Tukang Tahu.

Tidak Ternyana Tangan Tukang Tempe Terkepal, Tinjunya Terarah, Terus Tonjokkannya Tepat Terkena Tukang Tahu, Tak Terelakkan! Tujuh Tempat Terkena Tinjunya, Tonjokan Terakhir Tepat Terkena Telak. Tukang Tahu Terjerembab.

"Tolong.. Tolong.. Tolong..!", Teriaknya Terdengar Tinggi. Tetapi Tanpa Tunda Tempo, Tukang Tempe Teruskan Teriakannya, " Tempe .. Tempe .. Tempe ..!!" Tukang Tahu Tambah Teriak Tararahu.. Tararahu, Tandingin Tararempe.. Tararempe..

Tape Teh...

Source : terselubung

INTERNATIONAL BLOGGER COMMUNITY

Label: , , , ,
Sebenarnya aku sudah lama banget sih dapet award ini, cuma yang baru sempet sekarang buat nge-posting-nya. Award ini aku dapet dari bang Ibel bulan Januari 2010 kemarin, ya, semoga aja gak basi deh...

Aku juga bingung buat apa sih award ini, nama awardnya INTERNATIONAL BLOGGER COMMUNITY
 

Award ini sebenarnya juga ada peraturannya, tapi setelah aku cek ke link asalnya, tenyata udah gak ada, alias menghilang...
 
So, gak aku laksanakan peraturan-peraturan yang ada sebelumnya. Ya, lumayan lah dapet award gratisan. Makasih banyak buat bang Ibel...
hehehe....

Buat temen-temen yang lain tetep nge-blog aja, semoga juga bisa dapet award kayak gni juga...
^_^v

Sakit Aneh [part. II-habis]

Langsung aja ini lanjutan dari postingan kemarin...
So, setelah sampai rumah di kampung halaman, telapak kaki mulai terasa gak enak banget. Ada seperti yang mengganjal n' sakit-sakit gitu kalo dibuat jalan. Dan ternyata memang telah tersebar banyak banget di telapak kaki, untung gak begitu gatal,, kalo gatal trus ntar garuk-garuknya gimana dong...!?!?

Akhirnya dengan sedikit malu n' takut-takut aku ngomong aja Umi, "Mi ini aku kena alergi atau sakit apa yo??". "Loh kok sama kayak mbakmu le, tuh baru sembuh kemarin juga. Mana aja yang kena? tangan, kaki, kepala juga gak? tu mbakmu sampai kult kepalanya juga keluar gituan!", jawab Umi. "Walah parahnya... aku gak kok, ini cuma di telapak tangan dan kaki ja.." sahutku. "Oalah le..le...lhawong kowe di Malang, trus mbakmu di sini kok iso penyakite podo...", kata Umi. "Ya gak tau Mi...", jawabku.

Dan Umi pun langsung berburu obat lagi, gak perlu ke dokter, langsung pake resepnya kakak ditebus lagi di apotek, hehe... Umi juga tanya-tanya ke budhe di Jakarta, katanya di sana lagi musim chikungunya dan tanda-tandanya kayak sakitku itu... beuh... Emang lagi musim tu penyakit ya... Btw, tu penyakit kan jadinya lumpuh?? Ya berarti aku masih gejala dan tanda-tanda aja, kan sempat panas n' badan sakit-sakit semua gitu. Trus gatal-gatal di telapak tangan dan kaki?? Yah, itu gak jelas juga, GeJe jadinya...

Ya walaupun udah di gelontor sama obat, tapi gatal dan bintil-bintil itu tetap menjadi-jadi, semakin banyak dan melebar. Niat cuma 3 hari di rumah malah jadi 10 hari buat pengobatan dan pemulihan. Susah mo megang barang-barang pake tangan, susah buat jalan, jadi sakit semua...

Alhamdulillah, memasuki hari ke-7 semua bintil-bintil udah mulai kempes lagi dan mengering. Jadi seperti orang abis kecipratan minyak panas gitu, bulet-bulet gosong... Dan sekarang udah pada mulai hilang smua bekas-bekasnya, setelah pada ngglodoki alias mengelupas seperti habis kapalan. Tinggal sisa-sisa di telapak kaki yang masih membekas seperti kapalan dan mulai mengelupas.

Yah.. semoga gak terulang lagi dengan penyakit-penyakit aneh lainnya...

Ini kondisi memasuki fase puncak alias parahnya...

[habis]

Sakit Aneh [part. I]

Label: , , , ,
Hai..hai..hai....
Gimana kabar nih sodara2 semua...??? Semoga sehat dan selalu dalam lindungannya.....

Bulan Maret kemarin bisa dibilang bulan yang penuh dengan cobaan dan halang rintang yang terus menghadang tanpa ada bala bantuan yang datang dan mendukungku dari belakang.... halah.....
Ya.. di bulan itu aku udah K.O dua kali gara-gara sesuatu yang GeJe (gak jelas, red.). Yang pertama tiba-tiba badan terasa sakit semua yang disertai dengan panas, ya walaupun gak panas tinggi itu sudah membuatku gak nyaman. Tanpa ada pengobatan yang melibatkan dokter ahli, aku cuma minum para**x yang merupakan obat sakit kepala... Lah kok gak nyambung ya.... Ya gara-gara aku sakit kepala juga, akhirnya aku minum itu, toh pasti di dalamnya juga ada parasetamol yang bisa nurunin panas juga to. Sebelumnya aku udah minum STMJ ya usaha lah, moga-moga bisa ngurangin pegal-pegal di badan plus buat anget di dalem.
Dan akhirnya esok pagi badan udah mulai lumayan enak... tapi.... ada sesutau yang aneh muncul di tubuhku...!!!
Di telapak tangan mulai terasa gatal-gatal dan bentol-bentol,, eh kalo kecil bintil-bintil ya..?? hihi.... ya begitulah pokonya,, jadi gatel banget dah.... ini gara-gara apa ya?? alergi... tapi alergi apa ya..?? makanku juga gak ada yang aneh, normal-normal aja tuh... ato gara-gara STMJ kemrin ya..?? aah.. gak mungkin... kan temenku juga minum, dan dia baik-baik aja, sebelumnya aku juga pernah minum dan gak apa-apa kok.... Tapi,, ya sudahlah... tanpa berpikir panjang aku biarkan saja bintil-bintil gatal itu di tanganku.... ya semoga besok bisa hilang sendiri...
Dan ternyata setelah seharain, bukannya hilang, eeh... malah bawa banyak temen lagi tuh, Malah semakin tambah kelihatan dan selain di telapak tangan, bintil-bintil juga muncul di telapak kaki.. beuh.... n penyakit apaan sih...??? udah gatal, malah dimana-mana lagi....
Akhirnya dengan segala resiko akupun beranjak pulang ke kampung halaman, mencari obat dari penyakit aneh ini. Berdasarkan pengalamanku obat yang paling manjur adalah disuwuk karo mbok'e, yang gak paham pokoknya ya seperti itu lah. hehe....

*bersambung...